PENGETAHUAN TENTANG DIRI
Pengetahuan tentang diri adalah kunci
pengetahuan tentang Tuhan, sesuai dengan Hadits: "Dia yang mentetahui
dirinya sendiri, akan mengetahui Tuhan," dan sebagaimana yang tertulis di
dalam al-Qur'an: "Akan Kami tunjukkan ayat-ayat kami di dunia ini dan di dalam
diri mereka, agar kebenaran tampak bagi mereka." Nah, tidak ada yang lebih
dekat kepada anda kecuali diri anda sendiri. Jika anda tidak mengetahui diri
anda sendiri, bagaimana anda bisa mengetahui segala sesuatu yang lain. Jika
anda berkata" "Saya mengetahui diri saya"- yang berarti bentuk
luar anda; badan, muka dan anggota-anggota badan lainnya - pengetahuan seperti
itu tidak akan pernah bisa menjadi kunci pengetahuan tentang Tuhan. Demikian
pula halnya jika pengetahuan anda hanyalah sekedar bahwa kalau lapar anda
makan, dan kalau marah anda menyerang seseorang; akankah anda dapatkan
kemajuan-kemajuan lebih lanjut di dalam lintasan ini, mengingat bahwa dalam hal
ini hewanlah kawan anda?
Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya, ada
dalam pengetahuan tentang hal-hal berikut ini:
Siapakah anda, dan dari mana anda datang?
Kemana anda pergi, apa tujuan anda datang lalu tinggal sejenak di sini, serta
di manakah kebahagiaan anda dan kesedihan anda yang sebenarnya berada? Sebagian
sifat anda adalah sifat-sifat binatang, sebagian yan glain adalah sifat-sifat
setan dan selebihnya sifat-sifat malaikat. Mestai anda temukan, mana di antara
sifat-sifat ini yan gaksidental dan mana yan gesensial (pokok). Sebelum anda
ketahui hal ini, tak akan bisa anda temukan letak kebahagiaan anda yang
sebenarnya.
Pekerjaan hewan hanyalah makan, tidur dan
berkelahi. Oleh karena itu, jika anda seekor hewan, sibukkan diri anda dengan
pekerjaan-pekerjaan ini. Setan selalu sibuk mengobarkan kejahatan, akal bulus
dan kebohongan. Jika anda termasuk dalam kelompok mereka, kerjakan pekerjaan
mereka. Malaikat-malaikat selalu merenungkan keindahan Tuhan dan sama sekali
bebas dari kualitas-kualitas hewan. Jika anda punya sifat-sifat malaikat, maka
berjuanglah untuk mencapai sifat-sifat asal anda agar bisa anda kenali dan
renungi Dia Yang Maha Tinggi, serta merdeka dari perbudakan nafsu dan amarah.
Juga mesti anda temukan sebab-sebab anda diciptakan dengan kedua insting hewan
ini: mestikah keduanya menundukkan dan memerangkap anda, ataukah anda yang
mesti menundukkan mereka dan - dalam kemajuan anda - menjadikan salah satu di
antaranya sebagai kuda tunggangan serta yang lainnya sebagai senjata.
Langkah pertama menuju pengetahuan tentang diri
adalah menyadari bahwa anda terdiri dari bentuk luar yang disebut sebagai
jasad, dan wujud dalam yang disebut sebagai hati atau ruh. Yang saya maksudkan
dengan "hati" bukanlah sepotong daging yang terletak di bagian kiri
badan, tetapi sesuatu yang menggunakan fakultas-fakultas lainnya sebagai alat
dan pelayannya. Pada hakikatnya dia tidak termasuk dalam dunia kasat-mata,
melainkan dunia maya; dia datang ke dunia ini sebagai pelancong yan
gmengunjungi suatu negeri asing untuk keperluan perdagangan dan yang akhirnya
akan kembali ke tanah asalnya. Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya
inilah yang merupakan kunci pengetahuan tentang Tuhan.
Beberapa gagasan tentang hakikat hati atau ruh
bisa diperoleh seseorang yang mengatupkan matanya dan melupakan segala sesuatu
di sekitarnya selain individualitasnya. Dengan demikian, ia juga akan
memperoleh penglihatan sekilas akan sifat tak berujung dari individualitas itu.
Meskipun demikian, pemeriksaan yang terlalu dekat kepada esensi ruh dilarang
oleh syariat. Di dalam al-Qur'an tertulis: "Mereka bertanya kepadamu tentang
ruh. Katakan: Ruh itu adalah urusan Tuhanku." (QS 17:85). Yang bisa
diketahui adalah bahwa ia merupakan suatu esensi tak terpisahkan yang termasuk
dalam dunia titah, dan bahwa ia tidak berasal dari sesuatu yang abadi,
melainkan diciptakan. Pengetahuan filosofis yang tepat tentang ruh bukanlah
merupakan pendahuluan yang perlu untuk perjalanan di atas lintasan agama,
melainkan muncul lebih sebagai akibat disiplin-diri dan kesabaran berada di
atas lintasan itu, sebagaimana dikatakan dalam al-Qur'an: "Siapa yang
berjuang di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan padanya jalan yan
glurus." (QS 29:69).
Untuk melanjutkan peperangan ruhaniah demi
mendapatkan pengetahuan tentang diri dan tentang Tuhan, jasad bisa digambarkan
sebagai suatu kerajaan, jiwa (ruh) sebagai rajanya serta berbagai indera dan
fakultas lain sebagai tentaranya. Nalar bisa disebut sebagai wazir atau perdana
menteri, nafsu sebagai pemungut pajak dan amarah sebagai petugas polisi. Dengan
berpura-pura mengumpulkan pajak, nafsu terus-menerus cenderung untuk merampas
demi kepentingannya sendiri, sementara amarah selalu cenderung kepada kekasaran
dan kekerasan. Pemungut pajak dan petugas polisi keduanya harus selalu
ditempatkan di bawah raja, tetapi tidak dibunuh atau diungguli, mengingat
mereka memiliki fungsi-fungsi tersendiri yang harus dipenuhinya. Tapi jika
nafsu dan amarah menguasai nalar, maka - tak bisa tidak - keruntuhan jiwa pasti
terjadi. Jiwa yang membiarkan fakultas-fakultas yang lebih rendah untuk
menguasai yang lebih tinggi ibarat seseorang yang menyerahkan seorang bidadari
kepada kekuasaan seekor anjing, atau seorang muslim kepada tirani seorang
kafir.
Penanaman kualitas-kualitas setan, hewan
ataupun malaikat menghasilkan watak-watak yang sesuai dengan kualitas tersebut
- yang di Hari Perhitungan akan diwujudkan dalam bentuk kasat-mata, seperti
nafsu sebagai babi, ganas sebagai anjing dan serigala, serta suci sebagai
malaikat. Tujuan disiplin moral adalah untuk memurnikan hati dari karat-nafsu
dan amarah, sehingga bagaikan cermin yan gjernih, ia memantulkan cahaya Tuhan.
Barangkali di antara pembaca ada yang akan
berkeberatan, "Tapi jika manusia telah diciptakan dengan kualitas-kualitas
hewan, setan dan malaikat, bagaimana bisa kita ketahui bahwa kualitas malaikat
merupakan esensinya yang sebenarnya, sementara kualitas hewan dan setan
hanyalah aksidental dan peralihan belaka?" Atas pertanyaan ini, saya jawab
bahwa esensi tiap makhluk adalah sesuatu yang tertinggi di dalam dirinya dan
khas baginya. Kuda dan keledai kedua-duanya adalah hewan pengangkut beban,
tetapi kuda lebih unggul dari keledai karena ia dimanfaatkan untuk perang. Jika
gagal dalam hal ini, ia pun terpuruk ke tingkatan binatang pengangkut beban.
Fakultas tertinggi di dalamnya adalah nalar yang menjadikannya bisa merenung
tentang Tuhan. Jika fakultas ini dominan dalam dirinya, maka ketika mati dia
tinggalkan di belakangnya segenap kecenderungan kepada nafsu dan amarah,
sehingga memungkinkannya berkawan dengan para malaikat. Dalam hal pemilikan
kualitas-kualitas hewan, manusia kalah dibanding banyak hewan, tetapi nalar
membuatnya lebih unggul dari mereka, sebagaimana tertulis di dalam al-Qur'an:
"Telah Kami tundukkan segala sesuatu di atas bumi untuk manusia" (QS
45:13). Tetapi jika kecenderungan-kecenderungannya yang lebih rendah yang
menang, maka setelah kematiannya, dia akan selamanya menghadap ke bumi dan
mendambakan kesenangan-kesenangan duniawi.
Selanjutnya, jiwa rasional di dalam manusia
penuh dengan keajaiban-keajaiban pengetahuan maupun kekuatan. Dengan itu semua
ia menguasai seni dan sains, ia bisa menempuh jarak dari bumi ke langit
bolak-balik secepat kilat, dan mampu mengatur lelangit dan mengukur jarak antar
bintang. Dengan itu juga ia bisa menangkap ikan dari lautan dan burung-burung
dari udara, serta bisa menundukkan binatang-binatang seperti gajah, unta dan
kuda.
Pancainderanya bagaikan lima pintu yang terbuka
menghadap ke dunia luar. Tetapi ajaib dari semuanya ini, hatinya memiliki
jendela yang terbuka ke arah dunia ruh yang tak kasat-mata. Dalam keadaan
tertidur, ketika saluran inderanya tertutup, jendela ini terbuka dan ia
menerima kesan-kesan dari dunia tak-kasat-mata; kadang-kadang bisa ia dapatkan
isyarat tentang masa depan. Hatinya bagaikan sebuah cermin yang memantulkan
segala sesuatu yang tergambar di dalam Lauhul-mahfuzh. Tapi, bahkan dalam
keadaan tidur, pikiran-pikiran akan segala sesuatu yang bersifat keduniaan akan
memburamkan cermin ini, sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak jelas.
Meskipun demikian setelah mati pikiran-pikiran seperti itu sirna dan segala
sesuatu tampak dalam hakikat-telanjangnya. Dan kata-kata di dalam al-Qur'an pun
menyatakan: "Telah Kami angkat tirai darimu dan hari ini penglihatanmu
amat tajam."
Membuka sebuah jendela di dalam hati yang
mengarah kepada yan gtak-kasat-mata ini juga terjadi di dalam keadaan-keadaan
yang mendekati ilham kenabian, yakni ketika intuisi timbul di dalam pikiran -
tak terbawa lewat saluran-indera apa pun. Makin seseorang memurnikan dirinya
dari syahwat-syahwat badani dan memusatkan pikirannya pada Tuhan, akan makin
pekalah ia terhadap intuisi-intuisi seperti itu. Orang-orang yang tidak sadar
akan hal ini tidak punya hak untuk menyangkal hakikatnya.
Intuisi-intuisi seperti itu tidak pula terbatas
hanya pada tingkatan kenabian saja. Sebagaimana juga besi, dengan memolesnya
secukupnya, ia akan bisa dijelmakan menjadi sebuah cermin. Jadi, dengan
disiplin yang memadai, pikiran siapa pun bisa dijadikan mampu menerima
kesan-kesan seperti itu. Kebenaran inilah yang diisyaratkan oleh Nabi ketika
beliau berkata: "Setiap anak lahir dengan suatu fitrah (untuk menjadi
muslim); orang tuanyalah yang kemudian membuatnya menjadi seorang Yahudi,
Nasrani atau Majusi." Setiap manusia, di kedalaman kesadarannya, mendengar
pertanyaan "Bukankah Aku ini tuhanmu?" dan menjawab "Ya". Tetapi
ada hati yang menyerupai cermin yang telah sedemikian dikotori oleh karat dan
kotoran sehingga tidak lagi memberikan pantulan-pantulan yang jernih. Sementara
hati para nabi dan wali, meskipun mereka juga mempunyai nafsu seperti kita,
sangat peka terhadap segenap kesan-kesan ilahiah.
Bukan hanya dengan nalar pengetahuan capaian
dan intuitif saja jiwa manusia bisa menempati tingkatan palin gutama di antara
makhluk-makhluk lain, tetapi juga dengan nalar kekuatan. Sebagaimana
malaikat-malaikat berkuasa atas kekuatan-kekuatan alam, demikian jugalah jiwa
mengatur anggota-anggota badan. Jiwa yang telah mencapai suatu tingkatan
kekuatan khusus, tidak saja mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad
orang lain. Jika mereka ingin agar seseorang yang sakit bisa sembuh, maka si
sakit pun akan sembuh, atau menginginkan seseorang yang sehat agar jatuh sakit,
maka sakitlah orang itu, atau jika ia inginkan kehadiran seseorang, maka
datanglah orang itu kepadanya. Sesuai dengan baik-buruknya akibat yang
ditimbulkan oleh jiwa yang sangat kuat ini, hal tersebut diistilahkan sebagai
mukjizat dan sihir. Jiwa ini berbeda dari orang biasa dalam tiga hal:
- Yang hanya dilihat oleh orang-orang lain sebagai mimpi, mereka lihat pada saat-saat jaga.
- Sementara kehendak orang lain hanya mempengaruhi jasad mereka saja, jiwa ini, dengan kekuatan kehendaknya, bisa pula menggerakan jasad-jasad di luar mereka.
- Pengetahuan yang oleh orang lain diperoleh dengan belajar secara sungguh-sungguh, sampai kepada mereka lewat intuisi.
Tentunya bukan hanya tiga tanda ini sajalah
yang membedakan mereka dari orang-orang biasa, tetapi hanya ketiganya itulah
yang bisa kita ketahui. Sebagaimana halnya, tidak ada sesuatu pun yang
mengetahui sifat-sifat Tuhan yang sebenarnya, kecuali Tuhan sendiri, maka tak
ada seorang pun yang mengetahui sifat sebenarnya seorang Nabi, kecuali seorang
Nabi. Hal ini tak perlu kita herankan, sama halnya dengan di dalam peristiwa
sehari-hari kita melihat kemustahilan untuk menerangkan keindahan puisi pada
seseorang yan gtelinganya kebal terhadap irama, atau menjelaskan keindahan
warna kepada seseorang yang sama sekali buta. Di samping ketidakmampuan, ada
juga hambatan-hambatan lain di dalam pencapaian kebenaran ruhaniah. Salah satu
di antaranya adalah pengetahuan yang dicapai secara eksternal. Sebagai misal,
hati bisa digambarkan sebagai sumur dan pancaindera sebagai lima aliran yang
dengan terus-menerus membawa air ke dalamnya. Agar bisa menemukan kandungan
hati yang sebenarnya, maka aliran-aliran ini mesti dihentikan untuk sesaat
dengan cara apa pun dan sampah yang dibawa bersamanya mesti dibersihkan dari
sumur itu. Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani
yang murni, pada saat itu mesti kita buang pengetahuan yang telah dicapai
dengan proses-proses eksternal dan yang sering sekali mengeras menjadi
prasangka dogmatis.
Kesalahan dari jenis lain, berlawanan dengan
itu, dibuat oleh orang-orang yang dangkal yang - dengan menggemakan beberapa
ungkapan yang mereka tangkap dari guru-guru Sufi - ke sana ke mari menyebarkan
kutukan terhadap semua pengetahuan. Ia bagaikan seseorang yang tidak capak di
bidang kimia menyebarkan ucapan: "Kimia lebih baik dari emas," dan
menolak emas ketika ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari emas,
tapi para ahli kimia sejati amatlah langka, demikian pula Sufi-sufi sejati.
Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang tasawuf, tidak
lebih unggul daripada seorang yang terpelajar. Demikian pula seseorang yang
baru mencoba beberapa percobaan kimia, tidak punya alasan untuk merendahkan
seorang kaya.
Setiap orang yang mengkaji persoalan ini akan
melihat bahwa kebahagiaan memang terkaitkan dengan pengetahuan tentang Tuhan.
Tiap fakultas dalam diri kita senang dengan segala sesuatu yang untuknya ia
diciptakan. Syahwat senang memuasi nafsu, kemarahan senang membalas dendam,
mata senang melihat obyek-obyek yang indah, dan telinga senang mendengar
suara-suara yang selaras. Fungsi tertinggi jiwa manusia adalah pencerapan
kebenaran, karena itu dalam mencerap kebenaran tersebut ia mendapatkan
kesenangan tersendiri. Bahkan soal-soal remeh, seperti mempelajari catur, juga
mengandung kebaikan. Dan makin tinggi materi subyek pengetahuan didapatnya,
makin besarlah kesenangannya. Seseorang akan senang jika dipercayai untuk jabatan
Perdana Menteri, tetapi betapa lebih senangnya ia jika sang raja sedemikian
akrab dengannya sehingga membukakan soal-soal rahasia baginya.
Seorang ahli astronomi yang dengan
pengetahuannya bisa memetakan bintang-bintang dan menguraikan lintasan-lintasannya,
mereguk lebih banyak kenikmatan dari pengetahuannya dibanding seorang pemain
catur. Setelah mengetahui bahwa tak ada sesuatu yang lebih tinggi dari Allah,
maka betapa akan besarnya kebahagiaan yang memancar dari pengetahuan sejati
tentang-Nya itu!
Orang yang telah kehilangan keinginan akan
pengetahuan seperti ini adalah bagaikan seorang yang telah kehilangan seleranya
terhadap makanan sehat, atau yang untuk hidupnya lebih menyukai makan lempung
daripada roti. Semua nafsu badani musnah pada saat kematian bersamaan dengan
kematian organ-organ yang biasa diperalat nafsu-nafsu tersebut. Tetapi jiwa
tidak. Ia simpan segala pengetahuan tentang Tuhan yang dimilikinya, malah
menambahnya.
Suatu bagian penting dari pengetahuan kita
tentang Tuhan timbul dari kajian dan renungan atas jasad kita sendiri yang
menampakkan pada kita kebijaksanaan, kekuasaan, serta cinta Sang Pencipta.
Dengan kekuasan-Nya, Ia bangun kerangka tubuh manusia yang luar biasa dari
hanya suatu tetesan belaka. Kebijakan-Nya terungkapkan di dalam kerumitan jasad
kita serta kemampuan bagian-bagiannya untuk saling menyesuaikan, Ia perlihatkan
cinta-Nya dengan memberikan lebih dari sekadar organ-organ yang memang mutlak
perlu bagi eksistensi - seperti hati, jantung dan otak - tetapi juga yang tidak
mutlak perlu - seperti tangan, kaki, lidan dan mata. Kepada semuanya ini telah
Ia tambahkan sebagai hiasan hitamnya rambut, merahnya bibir dan melengkungnya
bulu mata.
Manusia dengan tepat disebut sebagi
'alamushshaghir' atau jasad-kecil di dalam dirinya. Struktur jasadnya mesti
dipelajari, bukan hanya oleh orang-orang yang ingin menjadi dokter, tetapi juga
oleh orang-orang yang ingin mencapai pengetahuan yang lebih dalam tentang
Tuhan, sebagaimana studi yang mendalam tentang keindahan dan corak bahasa di
dalam sebuah puisi yang agung akan mengungkapkan pada kita lebih banyak tentang
kejeniusan pengarangnya.
Di atas semua itu, pengetahuan tentang jiwa
memainkan peranan yang lebih penting dalam membimbing ke arah pengetahuan
tentang Tuhan ketimbang pengetauhan tentang jasad kita dan fungsi-fungsinya.
Jasad bisa diperbandingkan dengan seekor kuda dengan jiwa sebagai
penunggangnya. Jasad diciptakan untuk jiwa dan jiwa untuk jasad. Jika seorang
manusia tidak mengetahui jiwanya sendiri - yang merupakan sesuatu yang paling
dekat dengannya - maka apa arti klaimnya bahwa ia telah mengetahui hal-hal
lain. Kalau demikian, ia bagaikan seorang pengemis yang tidak memiliki
persediaan makanan, lalu mengklaim bisa memberi makan seluruh penduduk kota.
Seseorang yang mengabaikannya dan menodai
kapasitasnya dengan karat atau memerosotkannya, pasti menjadi pihak yang kalah
di dunia ini dan di dunia mendatang. Kebesaran manusia yang sebenarnya terletak
pada kapasitasnya untuk terus-menerus meraih kemajuan. Jika tidak, di dalam
ruang temporal ini, ia akan menjadi makhluk yang paling lemah di antara segalanya
- takluk oleh kelaparan, kehausan, panas, dingin dan penderitaan. Sesuatu yang
paling ia senangi sering merupakan sesuatu yang paling berbahaya baginya. Dan
sesuatu yang menguntungkannya tidak bisa ia peroleh kecuali dengan kesusahan
dan kesulitan. Mengenai inteleknya, sekadar suatu kekacauan kecil saja di dalam
otaknya sudah cukup untuk memusnahkan atau membuatnya gila. Sedangkan mengenai
kekuatannya, sekadar sengatan tawon saja sudah bisa mengganggu rasa santai dan
tidurnya. Mengenai tabiatnya, dia sudah akan gelisah hanya dengan kehilangan
satu rupiah saja. Dan tentang kecantikannya, ia hanya sedikit lebih cantik
daripada benda-benda memuakkan yang diselubungi dengan kulit halus. Jika tidak
sering dicuci, ia akan menjadi sangat menjijikkan dan memalukan.
Sebenarnyalah manusia di dunia ini sungguh amat
lemah dan hina. Hanya di dalam kehidupan yang akan datang sajalah ia akan
mempunyai nilai, jika dengan sarana "kimia kebahagiaan" tersebut ia
meningkat dari tingkat hewan ke tingkat malaikat. Jika tidak, maka keadaannya
akan menjadi lebih buruk dari orang-orang biadab yan gpasti musnah dan menjadi
debu. Perlu baginya untuk - bersamaan dengan timbulnya kesadaran akan
keunggulannya sebagai makhluk terbaik - belajar mengetahui juga
ketidakberdayaannya, karena hal ini juga merupakan salah satu kunci kepada
pengetahuan tentang Tuhan
Di kutip dari : pustaka Online media isnet ( bersambung....)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar