Puspa Ilmu Islam
Rabu, 21 Juni 2023
Senin, 07 Maret 2022
Teori Dan Jalur Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
Ada
beberapa teori terkait sejarah masuknya ajaran Islam ke Indonesia. Agama Islam
masuk ke Nusantara Indonesia melewati perjalanan panjang dan dibawa oleh kaum
muslim dari berbagai belahan bumi. Kini, Indonesia menjadi negara dengan
penduduk muslim terbesar di dunia. Merunut beberapa teori yang ada, ajaran
Islam masuk ke Indonesia melalui orang-orang dari berbagai bangsa. Sebagian dari
mereka ada yang datang ke Nusantara untuk berdagang sembari berdakwah. Ada pula
kaum ulama atau ahli agama yang memang datang ke Nusantara untuk mensyiarkan
ajaran Islam. Terlepas dari perdebatan dan diskusi yang kemudian muncul, ke-4
teori terkait masuknya Islam di Indonesia tersebut antara lain Teori India
(Gujarat), Teori Arab (Mekah), Teori Persia (Iran), dan Teori Cina.
1.
Teori
India (Gujarat)
Teori yang dicetuskan oleh G.W.J. Drewes yang lantas dikembangkan
oleh Snouck Hugronje, J. Pijnapel, W.F. Sutterheim, J.P. Moquette, hingga
Sucipto Wirjosuparto ini meyakini bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para
pedagang dari Gujarat, India, pada abad ke-13 Masehi. Kaum saudagar Gujarat
datang melalui Selat Malaka dan menjalin kontak dengan orang-orang lokal di
bagian barat Nusantara yang kemudian melahirkan Kesultanan Samudera Pasai
sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Salah satu bukti yang mendukung teori ini adalah ditemukannya makam
Malik As-Saleh dengan angka 1297. Nama asli Malik As-Saleh sebelum masuk Islam
adalah Marah Silu. Ia merupakan pendiri Kesultanan Samudera Pasai di Aceh.
Dikutip dari buku Arkeologi Islam Nusantara (2009) karya Uka Tjandrasasmita,
corak batu nisan Sultan Malik As-Saleh memiliki kemiripan dengan corak batu
nisan di Gujarat. Selain itu, hubungan dagang antara Nusantara dengan India
telah lama terjalin Ditemukan pula batu nisan lain di pesisir utara Sumatera
bertanggal 17 Dzulhijjah 831 H atau 27 September 1428 M. Makam ini memiliki
batu nisan serupa dari Cambay, Gujarat, dan menjadi nisan pula untuk makam
Maulana Malik Ibrahim, salah satu Walisongo, yang wafat tahun 1419.
2.
Teori
Arab (Mekah)
Teori selanjutnya tentang masuknya Islam di Indonesia diperkirakan
berasal dari Timur Tengah, tepatnya Arab. Teori Arab (Mekah) ini didukung oleh
J.C. van Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, hingga Abdul Malik Karim Amrullah
atau Buya Hamka. Menurut Buya Hamka, Islam sudah menyebar di Nusantara sejak
abad 7 M. Hamka dalam bukunya berjudul Sejarah Umat Islam (1997) menjelaskan
salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Islam masuk ke Nusantara dari orang-orang
Arab. Bukti yang diajukan Hamka adalah naskah kuno dari Cina yang menyebutkan
bahwa sekelompok bangsa Arab telah bermukim di kawasan Pantai Barat Sumatera
pada 625 M.
Di kawasan yang pernah dikuasai Kerajaan Sriwijaya itu juga
ditemukan nisan kuno bertuliskan nama Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672 M.
Teori dan bukti yang dipaparkan Hamka tersebut didukung oleh T.W. Arnold yang
menyatakan bahwa kaum saudagar dari Arab cukup dominan dalam aktivitas
perdagangan ke wilayah Nusantara. Sebagian dari pedagang Arab tersebut kemudian
menikah dengan warga lokal dan membentuk komunitas muslim. Mereka bersama-sama
kemudian melakukan kegiatan dakwah Islam di berbagai wilayah di Nusantara.
3.
Teori
Persia (Iran)
Teori bahwa ajaran Islam masuk ke Nusantara dari bangsa Persia
(atau wilayah yang kemudian menjadi negara Iran) pada abad ke-13 Masehi didukung
oleh Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat. Abdurrahman Misno dalam
Reception Through Selection-Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia
(2016) menuliskan, Djajadiningrat berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan
Islam di Indonesia memiliki persamaan dengan Persia.
Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada
batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu
dan Tabuik di Sumatera Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal
10 Muharam. Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah
Syiah. Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan ritual Syiah di Persia yang saat
ini merujuk pada negara Iran. Teori ini cukup lemah karena mayoritas pemeluk
Islam di Indonesia adalah bermazhab Sunni
4.
Teori
Cina
Penyebaran Islam di Indonesia juga diperkirakan masuk dari Cina.
Ajaran Islam berkembang di Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh
panglima muslim dari kekhalifahan di Madinah semasa era Khalifah Ustman bin
Affan, yakni Saad bin Abi Waqqash. Kanton pernah menjadi pusatnya para
pendakwah muslim dari Cina. Jean A. Berlie (2004) dalam buku Islam in China
menyebut relasi pertama antara orang-orang Islam dari Arab dengan bangsa Cina
terjadi pada 713 M.
Diyakini bahwa Islam memasuki Nusantara bersamaan migrasi
orang-orang Cina ke Asia Tenggara. Mereka dan memasuki wilayah Sumatera bagian
selatan Palembang pada 879 atau abad ke-9 M. Bukti lain adalah banyak pendakwah
Islam keturunan Cina yang punya pengaruh besar di Kesultanan Demak, kerajaan
Islam pertama di Jawa, seiring dengan keruntuhan Kemaharajaan Majapahit pada
perjalanan abad ke-13 M. Sebagian dari mereka disebut Wali Songo.
Dalam buku Sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna diungkapkan,
Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri
seorang perempuan asal Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah yang memiliki
nama Cina, Jin Bun, memimpin Demak bersama Wali Songo sejak 1500 M.
Jalur Masuknya Islam ke Indonesia
1.
Melalui
Jalur Perdagangan
Di perkirakan pada abad ke 7 sampai dengan abad ke 11 Islam telah
masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan begitu juga dengan
perkembangannya. Oleh belaiu para saudagar dari luar maupun Indonesia sendiri,
Islam disebarkan di sepanjang jalur perdagangan pada pelabuhan seperti Selat
Malaka, Samudra, Palembang, disusul Demak, Cirebon, Gresik, Tuban, Makasar
serta Indonesia bagian timur.
2.
Melalui
Jalur Pernikahan
Jalur pernikahan ditempuh oleh para ulama sekitar pada abad ke 11
sampai ke 13 M. Para Saudagar muslim dari Gujurat, Arab Benggala dan yang
lainnya menikah dengan orang Indonesia. Umumnya saudagar yang menikah adalah
orang-orang kaya dan terpandang, sehingga para pejabat serta putri-putri raja
diperistri dengan syarat harus masuk Islam terlebih dulu.
Ternyata melalui jalur pernikahan ini mempunyai pengaruh yang
begitu besar dalam persebaran Islam di tanah air tercinta.
3.
Melalui
Jalur Pendidikan
Selain dari jalur perdagangan dan pernikahan, jalur pendidikan
termasuk jalur yang sangat penting dalam sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
Jalur pendidikan dibentuk oleh para DAI yang memang mengabdikan dirinya untuk
menyebarkan Islam ke wilayah baru.
Para DAI ini bukanlah padagang, melainkan mereka adalah para
pengembara yang hanya mengembara menuju wilayah baru yang belum tersentuh Islam
sama sekali dipandu oleh para pedagang hanya untuk berrdakwah. Dari para DAI
inilah gerak Islam di Indonesia semakin marak.
Kalau pada awalnya Islam hanya di pantai-pantai sepanjang jalar
perdagangan, berkah para DAI gerak dakwah Islam berkembang luas hingga ke
pulau-pulau di Indonesia bagian timur.
4.
Melalui
Jalur Akulturasi Budaya
Sekitar pada abad ke 12 sampai ke 14 M, melalui akulturasi budaya
ini para DAI memberikan kesan kepada masyarakat bahwa Islam sesuai dan tidak
bertentangan dengan budaya meraka sehingga tidak adanya keterpaksaan dalam
memeluk agama Islam. Misalnya seperti cara Walisongo dalam mendakwahkan Islam
melalui seni lagu-lagu, permainan dan wayang.
Sebelum masuiknya Islam, di Indonesia sudah ada akulturasi budaya
antara kebudayaan Indonesia dan Budaya Hindu. Namun setelah Islam masuk
bersmama nilai-nilai kebudayaan, maka terjadi lagi akulturasi kebudayaan antara
Budaya Indonesia dengan Budaya Islam. Sehingga lahirlah ragam budaya baru dalam
kebudayaan Indonesia.
Wakaf Dalam Islam
Wakaf Dalam Islam
1.
Pengertian
Wakaf
Wakaf merupakan istilah dari bahasa Arab ‘waqaf’. istilah wakaf
secara bahasa berarti penahanan atau larangan atau menyebabkan sesuatu
berhenti. Istilah wakaf secara istilah diartikan berbeda-beda menurut pandangan
ahli fiqih. Menurut Abu hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda sesuai hukum
yang ada, dan menggunakan manfaatnya untuk hal-hal kebaikan, bahkan harta yang
sudah diwakafkan bisa ditarik kembali oleh si pemberi wakaf. Berdasarkan
definisi Abu hanifah, kepemilikan harta tidak lepas dari si wakif, pihak yang
mewakafkan harta bendanya.
Mazhab hanafi menyebutkan wakaf adalah tidak melakukan tindakan
atas suatu harta tersebut, yang berstatus tetap hak milik dengan memberikan
manfaatnya kepada pihak tertentu baik untuk saat ini ataupun waktu yang
ditentukan. Sedangkan mazhab Malik berpendapat wakaf tidak melepaskan harta
yang dimiliki oleh pewakaf dan pewakaf berkewajiban untuk memberikan manfaat
dari harta yang diwakafkannya dan tidak boleh menarik kembali harta yang
diwakafkan.
Mazhab syafi’i berpendapat bahwa wakaf merupakan pelepasan harta
dari kepemilikan melalui prosedur yang ada. Pewakaf tidak boleh melakukan suatu
tindakan kepada harta yang sudah diwakafkan olehnya. Mazhab syafi’i juga
membolehkan memberikan wakaf berupa benda bergerak dengan syarat barang yang
diwakafkan harus memiliki manfaat yang kekal.
Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004, wakaf adalah
perbuatan hukum wakif, si pemberi wakaf, untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna untuk keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Secara umum wakaf harus memenuhi beberapa hal utama yaitu yang
memberikan wakaf dan pengelola harta wakaf harus mengalokasikan untuk amal
kebaikan.
Selain itu pemberian wakaf harus bertujuan untuk beramal kepada
penerima atau kelompok yang jelas. Oleh sebab itu, terdapat hukum untuk
mengatur pemberian wakaf yang dibahas dalam buku Hukum Wakaf Tunai.
2.
Jenis-Jenis
Wakaf
Wakaf memiliki banyak jenisnya. Berikut adalah jenis-jenis wakaf.
a.
Wakaf
Ahli
Wakaf ahli atau biasa disebut dengan wakaf keluarga adalah wakaf
yang dilakukan kepada keluarganya dan kerabatnya. Wakaf ahli dilakukan
berdasarkan hubungan darah atau nasab yang dimiliki antara wakif dan penerima
wakaf. Di beberapa negara, amalan wakaf ahli ini sudah dihapus seperti di
Turki, Lebanon, Syria, Mesir, Irak dan Libya. Wakaf ahli ini dihapus karena
beberapa faktor seperti tekanan dari penjajah, wakaf ahli dianggap melanggar
hukum ahli waris, selain itu wakaf ahli dianggap kurang memberi manfaat yang
banyak untuk masyarakat umum.
Di Indonesia, wakaf ahli juga tertulis dalam Undang-Undang nomor 42
tahun 2006 Pasal 30. Di dalam Undang-Undang dituliskan bahwa,
‘Wakaf
ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukkan bagi kesejahteraan umum
sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif.’
‘Dalam
hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf ahli karena hukum
beralih statusnya menjadi wakaf khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh
Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.’
b.
Wakaf
Khairi
Wakaf khairi adalah wakaf yang diberikan untuk kepentingan umum.
Wakaf khairi adalah wakaf dimana pihak pewakaf memberikan syarat penggunaan
wakafnya untuk kebaikan-kebaikan yang terus menerus seperti pembangunan masjid,
sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Wakaf khairi adalah jenis wakaf untuk
mereka yang tidak memiliki hubungan seperti hubungan keluarga, pertemanan atau
kekerabatan antara pewakaf dan orang penerima wakaf.
c.
Wakaf
Musytarak
Wakaf musytarak adalah wakaf yang mana penggunaan harta wakaf
tersebut digunakan secara bersama-sama dan dimiliki oleh kegerunan si pewakaf.
Wakaf musytarak ini masih diterapkan oleh beberapa negara seperti di Malaysia
dan Singapura.
d.
Wakaf
benda tidak bergerak
Selain wakaf di atas, wakaf juga dibagi menjadi wakaf berdasarkan
jenis harta. Salah satunya adalah wakaf benda tidak bergerak. harta-harta yang
dimaksud adalah bangunan, hak tanah, tanaman dan benda-benda yang berhubungan
dengan tanah.
e.
Wakaf
benda bergerak selain uang
Ada juga wakaf benda bergerak selain uang yaitu benda-benda yang
bisa berpindah seperti kendaraan. Selain itu ada juga benda yang bisa
dihabiskan dan yang tidak, air, bahan bakar, surat berharga, hak kekayaan
intelektual dan lain-lain.
3.
Hukum
Wakaf
Di dalam Al-Quran dan hadits ada beberapa dalil yang menjelaskan
tentang wakaf, meskipun tidak dijelaskan atau diterangkan secara jelas. Karena
wakaf adalah termasuk infak di jalan Allah, maka dalil dari wakaf didasarkan
pada ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang infak di jalan Allah.
Disebutkan dalam AL-Quran surat Al-Imran ayat 92 yang berbunyi,
Allah
juga dijelaskan di dalam ayat Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 267 yang berbunyi,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ
وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ
تُنْفِقُوْنَ
وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا
اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
(enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah
; 267)
Selanjutnya
perumpaan wakaf atau infak di jalan Allah juga dijelaskan dalam Al-Quran surat
Al-Baqarah ayat 261 yang berbunyi,
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ
سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ
Artinya : “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan
Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai
ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan
Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”
Hadits
yang menjelaskan bahwa wakaf termasuk amal jariah. Hadits ini diriwayatkan oleh
Muslim, yang berbunyi,
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya : “Ketika manusia meninggal, maka terputus lah amalnya
kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang
selalu mendoakannya.”
Di Indonesia sendiri, amalan wakaf sudah dilakukan oleh orang-orang
Islam sebelum Indonesia merdeka. Maka dari itu pemerintah Indonesia menetapkan
Undang-Undang yang mengatur tentang wakaf di Indonesia. Peraturan tersebut
tercantum di dalam Undang-Undang nomor 41 Tahun 2004. Di dalam Undang-Undang
tersebut dijelaskan pengertian wakaf, tujuan wakaf, unsur-unsur wakaf dan tata
cara pelaksanaannya dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 42 Tahun 2006.
4.
Keutamaan
Wakaf
Tidak hanya amal bersedekah saja, amal wakaf juga memiliki manfaat
di dunia dan kehidupan akhirat yang secara detail dibahas di dalam buku Fikih
Zakat, Sedekah, Dan Wakaf.
Berikut
adalah manfaat dari wakaf yaitu:
a.
Mendapatkan
amal jariah
Orang yang berwakaf pahalanya akan mengalir terus menerus selama
hidupnya sampai ia meninggal dunia. Hal ini dijelaskan dalam hadits riwayat
Muslim yang berbunyi,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputus lah
amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan,
atau do’a anak yang sholeh”
b.
Mempererat
tali persaudaraan
Dengan mewakafkan harta yang bisa digunakan oleh masyarakat umum tentunya
akan mempererat tali persaudaraan, karena sama-sama bisa menikmati sarana dari
wakaf tersebut.
c.
Membantu
pembangunan Negara
Harta yang diwakafkan untuk membangun sarana umum seperti masjid,
sekolah, fasilitas kesehatan atau jalanan tentunya akan bisa dinikmati oleh
orang-orang yang membutuhkan. Hal ini tentunya sangat berpengaruh dalam
pembangunan negara.
d.
Membangun
jiwa sosial yang tinggi
Tidak hanya bersedekah, mewakafkan harta benda juga menjadi salah
satu sarana untuk membangun jiwa sosial yang ada di diri manusia. Dengan
berwakaf tentunya akan meringankan beban orang yang lebih membutuhkan.
Rabu, 29 September 2021
Gharizah
Ghara'iz (naluri-naluri) adalah bentuk jamak dari kata gharizah yang artinya naluri. Naluri atau insting adalah potensi pada diri manusia untuk cenderung terhadap sesuatu (benda) dan perbuatan.
Gharizah
adalah qadar yang diberikan langsung oleh Allah, atau bisa juga kita sebut
dengan naluri dan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap makhluk ciptaan-Nya. jika
dalam kebutuhan jasmani jika tidak dapat dipenuhi akan menimbulkan kematian,
namun jika gharizah (naluri) ini tidak terpenuhi, tidak akan berdampak pada
kematian. Hanya saja akan menimbulkan kegelisaan dan kesempitan pada manusia.
1.
Gharizatut
Tadayyun
Naluri
beragama (Gharizatut Tadayyun). Penampakannya mendorong manusia untuk
mensucikan sesuatu yang mereka anggap sebagai wujud dari Sang Pencipta, maka
dari itu dalam diri manusia ada kecenderungan untuk beribadah kepada Allah,
perasaan kurang, lemah dan membutuhkan kepada yang lainya. Hanya saja diantara manusia banyak yang
keliru dalam rangka memenuhi kebutuhan naluri yang satu ini.
Contohnya
diantara manusia ada yang menyembah patung-patung berhala, mensucikan atau
mengagung-agungkan pohon keramat, dijawa ada khurafat “Dewi Sri, Nyi roro
kidul”,mensucikan batu akik yang dipercaya dapat menolong dalam kesusahan,
mensucikan kuburan-kuburan nenek moyang yang dipercaya dapat mengabulkan
permohonan lebih cepat, mensucikan keris dan pusaka-pusaka jaman dahulu yang
dipercaya memiliki kekuatan sakti untuk keselamatan, menyembah sesama manusia
dan lain-lain.
2.
Gharizatul
Baqa
Naluri
mempertahankan diri (Gharizatul Baqa). Penampakanya mendorong manusia untuk
melaksanakan berbagai aktivitas dalam rangka melestarikan kelangsungan hidup.
Contohnya pada kehidupan sehari-hari adalah naluri untuk mempertahan diri dari
ancaman luar seperti binatang buas, penjahat, atau hal-hal lain yang mengancam
dirinya. Bentuk dari pertahanan dirinya adalah saat timbul rasa untuk melawan
ataupun melarikan diri dari setiap bahaya agar tetap bertahan hidup.
Untuk
lebih jelasnya seperti pada saat menghadapi anjing maka secara spontan kita
akan mengambil batu disekitar untuk melawan atau memilih melarikan diri dengan
berlari sekencang-kencangnya demi keselamatan diri. Pada saat melawan penjahat,
jika merasa memiliki kemungkinan menang maka kita akan bertahan dan
menghadapinya namun pada saat tidak ada kemungknan untuk menang, kita akan
memilih untuk mundur atau menyerah agar tidak tersakiti. Hal itu juga merupakan
bentuk dari pertahanan diri untuk kelangsungan hidup.
Contoh
lain yakni pada saat mempertahankan pendirian atau argumen dalam forum diskusi
untuk melindungi kepentingan diri atau bersama, terutama jika itu berkaitan
dengan hal hal yang menyangkut kelangsungan hidup kedepannya.
3.
Gharizatun
nau’
Naluri
melangsungkan keturunan (Gharizatun nau’). Penampakanya akan mendorong manusia
melangsungkan jenis manusia. Sebagai penampakan dari naluri ini, manusia
memiliki kecenderungan seksual, rasa kebapakkan, rasa keibuan, cinta pada
anak2, cinta pada orang tua, cinta pada orang lain dan lain-lain.
Contohnya
pada kehidupan sehari-hari adalah seorang ayah yang bekerja keras untuk
menghidupi keluarganya, seorang ibu yang sangat menyayangi dan melindungi
anakanaknya. Seorang laki-lak yang memiliki perasaan suka pada lawan jenis.
Adanya naluri ini telah banyak diisyaratkan dalam Al-Quran.
Senin, 27 September 2021
Sikap Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari
Toleransi adalah sikap manusia untuk saling menghormati dan
menghargai perbedaan, baik antar individu maupun kelompok. Untuk menghadirkan
perdamaian dalam keberagaman, perlu menerapkan sikap toleransi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), toleransi berasal dari
kata 'toleran' yang artinya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat pandangan, kepercayaan, kebiasaan,
kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri.
Secara etimologi, toleransi berasal dari bahasa latin, 'tolerare'
yang artinya sabar dan menahan diri. Sedangkan secara terminologi, toleransi
adalah sikap saling menghargai, menghormati, menyampaikan pendapat, pandangan,
kepercayaan kepada antarsesama manusia yang bertentangan dengan diri sendiri.
Berdasarkan arti secara bahasa, toleransi dapat dimaknai sebagai
kemampuan setiap orang untuk bersabar dan menahan diri terhadap hal-hal yang
tidak sejalan dengannya.
Dalam kehidupan sehari-hari toleransi biasanya dikaitkan dengan
perbedaan agama atau kepercayaan. Namun, toleransi bisa juga dihubungkan dengan
perbedaan lainnya, seperti suku, ras, hingga warna kulit.
Dengan adanya sikap toleransi, konflik dan perpecahan antarindividu
maupun kelompok tidak akan terjadi. Banyak orang menyebut toleransi sebagai
kunci utama perdamaian yang patut dijaga.
Hal tersebut penting untuk diperhatikan mengingat bangsa Indonesia
mempunyai latar belakang perbedaan yang beragam, mulai keyakian, suku, ras,
hingga warna kulit.
1.
Sikap Toleransi dalam Beragama
a.
Menghormati
hak dan kewajiban umat agama lain.
b.
Berteman
dengan teman-teman tanpa membeda-bedakan agama dan kepercayaannya.
c.
Tidak
menghalangi umat agama lain yang sedang beribadah.
d.
Tidak
memaksakan ajaran dan kepercayaan agama kita kepada orang yang lain agamanya.
e.
Menghargai
hari besar umat agama lainnya.
f.
Menumbuhkan
kerukunan dan perdamaian antarumat beragama.
g.
Menghormati
Muslim yang berpuasa dengan tidak makan atau minum di depannya.
h.
Tidak
mengolok-olok ajaran agama lain.
i.
Membantu
sesama masyarakat tanpa melihat latar belakang agamanya.
j.
Tidak
mencampuraduk akidah dalam beribadah antarmasyarakat yang berbeda agama dengan
embel-embel toleransi.
k.
Tidak
mempersekusi umat agama lain yang beribadah.
2.
Sikap Toleransi di Rumah
a.
Saling
menyayangi antaranggota keluarga di rumah.
b.
Anak-anak
harus berbakti pada kedua orang tua di rumah.
c.
Menghargai
pendapat dan pemikiran dari anggota keluarga lain.
d.
Menghormati
anggota keluarga yang lebih tua, misalnya adik menghormati kakak dan anak
menghormati orang tua.
e.
Menjalankan
peran dalam keluarga dengan baik.
f.
Saling
membantu antaranggota keluarga jika ada yang kesusahan.
g.
Mengajarkan
pendidikan moral dan agama pada anak-anak di rumah sejak kecil.
h.
Tidak
memaksakan keinginan pada anggota keluarga lain.
i.
Menghargai
anggota keluarga yang berbeda agama dan kepercayaan.
j.
Orang
tua harus perhatian dan menyayangi anak-anaknya.
3.
Sikap Toleransi di Sekolah
a.
Tidak
memilih-milih teman berdasarkan agama dan sukunya.
b.
Sekolah
memberi pendidikan agama sesuai agama tiap-tiap siswa.
c.
Berbuat
baik kepada semua teman tanpa terkecuali.
d.
Tiap
siswa diperbolehkan untuk berdoa sesuai agama dan keyakinan masing-masing.
e.
Menghormati
teman agama lain yang berdoa atau beribadah.
f.
Tidak
mengolok-olok siswa lain yang berbeda agama atau sukunya.
g.
Menghormati
guru dan tenaga didik lain yang lebih tua.
h.
Memberi
waktu bagi siswa untuk menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing.
i.
Menjenguk
teman yang sedang sakit.
4.
Sikap Toleransi di Masyarakat
a.
Berbuat
baik kepada tetangga tanpa membeda-bedakan suku dan agamanya.
b.
Ikut
serta dalam kerja bakti desa secara rutin.
c.
Menghormati
orang dari agama lain yang sedang beribadah.
d.
Menghargai
pendapat warga lain yang berlainan ketika mengadakan rapat atau musyawarah.
e.
Memberi
bantuan terhadap korban bencana alam yang sedang membutuhkan tanpa melihat
latar belakang agamanya.
f.
Tidak
mengganggu peribadatan agama lain
g.
Menghormati
adat istiadat yang berkembang di masyarakat.
h.
Bersikap
sopan santn pada warga lain yang lebih tua.
i.
Tidak
memancing konflik SARA antarsuku atau agama, senantiasa menjaga kerukunan.
j.
Menjalankan
dan mematuhi aturan yang diterapkan di lingkungan masyarakat.