Modul XII,5,6 Islam di Indonesia
PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Standar Kompetensi : Memahami Perkembangan Islam di Indonesia
Kompetensi Dasar :
-
Menjelaskan Perkembangan Islam
di Indonesia
- Menampilkan
Contoh Perkembangan Islam di Indonesia
- Mengambil
Hikmah dari Perkembangan Islam di Indonesia
Alokasi waktu : 6 jam pelajaran (3 x pertemuan)
Pelaksanaan : TM ke 17,18 dan 19
A.
Masuknya Islam di Indonesia
Dalam sebagian buku sejarah Indonesia
kita jumpai keterangan bahwa Islam ke Indonesia pada abad ke-13 M. Akan tetapi,
apakah benar agama Islam baru tersebar di wilayah Nusantara pada abad tersebut.
Beberapa penelitian sejarah membuktikan bahwa banyak peninggalan benda sejarah
yang ditemukan berusia lebih tua dibanding dengan keterangan yang tercantum
dalam beberapa buku sejarah Indonesia .
Bahkan bisa dibilang bahwa pendapat tersebut kurang tepat. Sebagian sejarawan
mensinyalir bahwa keterangan tersebut diambil dari buku-buku yang ditulis pada
zaman kolonial yang bertujuan untuk mengaburkan fakta sejarah Islam di
Indonesia.
Sebagaimana kita sudah ketahui, agama
Islam muncul di kota Mekah yang dibawa oleh Nabi Allah Muhammad saw pada tahun
571-632 M. Tanpa diprediksi sebelumnya, dakwah Islam ternyata mengalami proses
penyebaran yang sangat cepat. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ajaran
tauhid tersebut telah tersebar ke seluruh negeri Arab dan negeri – negeri
sekitarnya. Pada masa itu juga, yakni pada abad VII M. Agama Islam telah masuk
ke kawasan Tiongkok dan terus menyebar ke kawasan Asia Tenggara, termasuk
kawasan Nusantara yang telah kedatangan para saudagar muslim pada abad VII M.
Banyak versi yang menyebutkan daerah
asal saudagar muslim yang singgah di pelabuhan-pelabuhan Nusantara pada
abad-abad itu. Di antaranya pendapat yang rnenyebutkan bahwa agama Islam
mula-mula disiarkan oleh saudagar Gujarat – India, ada pula yang menyebutkan
berasal dari Persia, dan ada juga yang menyebutkan berasal dari Arab.
Pendapat yang menyebutkan bahwa para
saudagar muslimin itu berasal dari Arab berargumen bahwa tempat-tempat seperti
Cambay, Gujarat maupun Malabar hannya sebagai
tempat persinggahan bagi para penyiar agama Islam tersebut. Dengan demikian,
mereka juga para saudagar yang berasal dari Arab.
Memang pada awalnya penyiaran agama
Islam di Nusantara hanya melalui kontak perdagangan maupun pernikahan saudagar
muslim dengan pribumi. Akan tetapi, setelah sentra keislaman di Timur Tengah
dihancurkan oleh tentara Mongol, banyak ulama yang bermigrasi ke beberapa
wilayah, seperti ke Mesir dan termasuk Nusantara. Semenjak itulah terjadi
proses penyebaran Islam yang tidak hanya dilakukan oleh para saudagar muslim,
namun juga dimotori oleh para ulama, teristimewa dari kalangan sufi.
Di antara sejarawan yang menyebutkan
periode masuknya Islam di Indonesia adalah Dr. Hamka. Beliau berpendapat bahwa
Islam telah masuk ke pulau Jawa pada abad ke-7 M, tepatnya pada tahun 674 M. Di
pulau Jawa sendiri pada waktu itu telah dijumpai orang-orang Arab Islam.
Sementara seminar tentang masuknya Islam di Indonesia di Medan tanggal 17-20
Maret 1963 mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk di Indonesia pada abad 1 H/
abad VII M langsung dari Arab. Daerah
yang pertama didatangi para penyiar Islam adalah pesisir Sumatra .
Menurut penelitian Drs. Juned Pariduri, ada sebuah makam/ kuburan seorang ulama
yang bernama Syeikh Mukaiddin di Barus (Tapanulis). Batu nisan makam tersebut
berangka tahun ba’-mim yang berarti 48 H = 670 M. Dengan demikian, menurutnya
Islam datang ke Indonesia
pada abad ke-7 M.
B. Perkembangan Islam di Indonesia
- Perkembangan
Islam di Sumatera
Agama Islam masuk ke Sumatra pada abad
ke-7 M, langsung dibawa oleh para penyebar Islam dari Arab, yang kemudian
diikuti oleh orang Persia
dan India .
Selanjutnya secara berangsur-angsur disiarkan oleh bangsa Indonesia sendiri hingga tersebar luas bukan
saja di kawasan Sumatra, melainkan ke seluruh kepulauan Indonesia .
Adanya kerajaan Buddha Sriwijaya (tahun
683-1030 M), sedikit banyak mempengaruhi pertumbuhan Islam yang baru masuk,
sehingga penyiarannya mengalami proses yang lama. Setelah Kerajaan Sriwijaya
mendapat serbuan dari raja Rajendracoladewa dari India tahun 1030 M, kekuatan
kerajaan menjadi lemah, sehingga daerah-daerah yang baru mengalami proses
pengislaman mengalami kemajuan yang pesat dan memiliki kesempatan yang baik untuk
mendirikan kerajaan Islam yang pertama di Pasai. Pada saat-saat itu dakwah
Islam khususnya di daerah Aceh dan Sumatra Utara mulai memperluas wilayahnya.
Maka perkembangan Islam mulai dari Pasai ke Malaka, Tapanuli, Riau,
Minangkabau, Kerinci dan ke darah-daerah lainnya.
Perkembangan berikutnya ditandai dengan
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra, antara lain kerajaan Islam
Samudra Pasai abad XII-XV dan Kerajaan Aceh pada abad XVI. Raja-raja Islam yang
pernah berkuasa pada masa kerajaan Samudra Pasai antara lain:
a. Sultan
al-Malikush Shaleh
b. Sultan
al-Malikuz Zahir I
c. Sultan
al-Malikuz Zahir II
d. Sultan
Iskandar
Sedangkan Raja-raja yang pernah berkuasa pada masa
Kerajaan Aceh adalah sebagai berikut :
a. Sultan Ali Mughayat atau dikenal dengan nama Sultan
Ibrahim.
b. Sultan Shalahuddin
c. Sultan Azlauddin Ri’ayat Shah
d. Sultan Husin
e. Sultan Zainal Abidin
f. Sultan Alauddin Shah\
g. Sultan Ali Ri'ayat Syah
h. Sultan Alauddin Mansyur Shah
i.
Sultan Iskandr
Muda Mahkota Alam.
- Perkembangan
Islam di Jawa
Pada masa-masa masuknya Islam di Jawa,
kondisi politik kerajaan Hindu, baik di Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa
Timur masih sangat kuat. Agama Islam yang datang lebih belakang tidak bisa
tersiar dengan cepat dan mudah. Setelah mengalami proses yang lama (antara abad
ke-7 sampai 16 M), agama Islam di Jawa baru dapat berkembang dengan pesat,
yaitu setelah kerajaan Hindu Majapahit mulai merosot kekuasaanya.
Perkembang Islam di Jawa tidak terlepas
dari perjuangan para Wali Sembilan (Wali Songo) yang hidup pada zaman
kesultanan Demak antara tahun 1500-1550 M. Mereka juga berjasa dalam
mempertahankan negaradari ancaman penjajah Portugis. Wali-wali sembilan
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim juga terkenal
dengan nama Maulana Maghribi yang berasal dari negeri Arab keturunan
dari Zainul Abidin bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Beliau wafat pada tanggal
12 Rabiul Awal 882 H / April 1419 M.
Jasa-jasanya antara lain, pada tahun
1379 M bermaksud mengislamkan Raja Majapahit, yaitu Hayam Wuruk, tetapi
usahanya tidak berhasil. Di Gresik ia mendirikan masjid dan pondok pesantren
tempat belajar para pemuda sebagai calon muballig Islam. Dari Gresik ia
inengembangkan sayapnva untuk menyebarkan agama Islam di daerah-daerah lain di
Indonesia.
b. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Raden Rahmat berasal dari Campa, seorang
Arab dan ibunya berasal dari Campa. Ia menikah dengan seorang putri dari Tuban,
bernama Nyai Ageng Manila. Dari pernikahannya membuahkan keturunan Makhdum
Ibrahim, Masih Maunat dan Nyai Gede Malihan
Jasa-jasanya antara lain, mengislamkan
Arya Damar, yaitu patih Mangkubumi Majapahit. Beliau bertempat tinggal di
Ampel-Surabaya untuk mengembangkan dakwah Islam dan menjadikan Ampel sebagai
pusat kegiatan Islam, sehingga ia dikenal dengan nama Sunan Ampel.
c. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Ia putra pertama Sunan Ampel, lahir pada
tahun 1465 M. Berjasa dalam menyiarkan agama Islam di Jawa Timur. Ia mendirikan
pondok pesantren untuk membina kader-kader Islam. Ia Wafat tahun 1515 M dan
jenazahnya dimakamkan di Tuban.
d. Sunan Giri (Maulana Ainul Yakin/ Raden Paku)
Ayahnya bernama Maulana Ishak. Waktu
muda ia belajar ke Malaka , Iran dan Mekah. Kemudian ia menetap
di Giri dekat Gresikdan disana mendirikan Masjid serta pondok pesantren. Sunan
Giri berjasa mempertahankan Giri sebagai pusat keagamaan. Sehingga dikatakan
bahwa sebelum Pemerintah Demak berdiri,Girilah satu-satunya Pemerintah Ulama di
Jawa.
e. Sunan Darajat (Raden Syarifuddin)
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel.
Ia menyiarkan agama Islam di Sedayu, Gresik, Jawa Timur. Ia adalah seorang Wali
yang sangat cerdas dan giat menyiarkan agama Islam.Ia panutan masyarakat,
pernah menciptakan gending Pangkur
f.
Sunan
Kalijaga
Ia putra Tumenggung Suhur Wilatikta,
Bupati Tuban. Ia menikah dengan Dewi Sarah binti Ishaq. Pernikahan ini
membuahkan keturunan Umar Said (Sunan Muria),dewi Rukayah dan Dewi Safiah.
Ia adalah wali yang sangat berpengaruh
di Jawa Tengah. Sunan Kalijaga mengajarkan Islam, dengan cara memuaskan hikayat
Islam ke dalam cerita wayang. Ia melakukan dakwah kepada para petani dengan
memberi alat-alat pertanian. Alat-alat itu ditafsirkan satu persatu yang
mengandung pengertian agama. Karenanya rakyat sangat mencintainya dan sangat
popular di kalangan masyarakat jelata. Berkat dakwahnya yang sangat bijaksana,
banyak masyarakat yang masuk Islam. Setelah wafat, jenazahnya dimakamkan di
desa Kadilangu dekat Demak. Banyak umat islam berziarah ke sana .
g. Sunan Kudus (Syeikh Ja’far Shiddiq)
Sunan Kudus merupakan keturunan ‘Ali bin
Abi Thalib. Nama kecilnya Untung ia berdakwah dengan cara mengikis habis
pengaruh-pengaruh Hindu. Ia banyak berdakwah ke pesisir Jawa Tengah sebelah
Utara. Ia pernah diangkat menjadi senopati Demak. Ia menciptakan gading
Maskumambang dan Mijil. Beliau dimakamkan di Kudus yang hingga sekarang banyak
diziarahi umat Islam.
h. Sunan Muria (Umar Sa’id)
Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga,
menikah dengan Dewi Sujinah dan dikaruniai seorang putra bernama Pangeran
Santri. Sunan Muria berjuang menyiarkan agama di daerah Muria dekat kota Kudus. Untuk
kepentingan dakwahnya ia menciptakan lagu jawa Sinom dan Kinanti. Setelah wafat
dimakamkan di Gunung Muria.
i.
Sunan
Gunung jati (Fatahillah)
Fatahillah lahir dan dibesarkan di Pasai
dari orang tua berketurunan Arab, ia kemudian hijrah ke Demak pada masa
Pangeran Trenggono menjadi Sultan Demak III. Selain sebagai seorang da’i,
beliau juga seorang politikus dan panglima perang. Fatahillah berhasil
menaklukkan Jawa secara umum dengan membangun kerajaan Banten dan Cirebon , merebut Sunda
Kelapadan mengganti namanya menjadi Jayakarta pada tahun 1572. Sebagai ulama,
ia dikenal dengan beberapa gelar, antara lain : Syeikh Ibrahim bin Maulana
Syeikh Ismail, Syarif HIdayatullah, Sayid Kamil dan Makhdum Rahmatullah. Beliau
wafat tahun 1572 dan dimakamkan di Gunung Jati Cirebon .
3. Perkembangan Islam di Sulawesi
Perkembangan islam di Sulawesi tidak
sepesat perkembangan Islam di Jawa dan Sumatra .
Pengislaman di Sulawesi dilakukan dengan cara damai. Kadang-kadang memang
terjadi pertentangan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Akan
tetapi, pertentangan tersebut bukan karena kepentingan Islam, melainkan karena
kepentingan politik satu kerajaan Islam dengan kerajaan non-Islam, misalnya
Kerajaan Gowa dengan Kerajaan Sopeng. Para
penyebar Islam di Sulawesi yang terkenal adalah Dato’ti Bandang dan Dato
Sulaiman. Dato’ti Bandang berasal dari Jawa, murid Sunan Giri. ia mengajarkan
agama Islam kepada rakyat dan raja.
Daerah pelopor pengembangan agama Islam
di Gowa-Tallo, Semula Gowa – Tallo hanya kerajaan kecil yang terdiri dari
sembilan daerah, yaitu : Laking, Saumata, Parang-parang, Data, Agong – Jenu,
Besir, Kalling dan Sero. Sembilan daerah tersebut terus diperluas ke daerah
Katinggang, Perisi, Sedang, Sidenreng, Lembayung, Bulu Komba dan Selayar.
Daerah – daerah sebanyak itu diislamkan oleh Gowa-Talo. Setelah daerah-daerah
tersebut diislamkan, pengembangan Islam terus diperluas ke daerah – daerah
Kerajaan Sopeng, Wajo dan akhirnya Bone sekitar tahun 1606 diislamkan oleh Woga
– Tallo.
Pada waktu kerajaan Gowa berdiri di
bagian Selatan Sulawesi , dibagian utara
berdiri pula Kerajaan Bolang Mongondo yang berhaluan Kristen. Jacobus Manoppo
adalah raja pertamanya, memerintah tahun 1689 – 1709 M. Para Muballig Bugis
datang menyiarkan agama Islam ke bagian Utara pada abad ke-18 yang dipelopori
oleh Hakim Bugis dan Imam Tuwako. Secara perlahan-lahan masyarakat kalangan
bawah banyak yang tertarik kepada Islam. Bahkan pada tahun 1844 M, Raja Yacobus
masuk Islam secara terang-terangan, sehingga secara berbondong-bondong banyak
masyarakat yang ikut masuk Islam.
Banyaknya
kaum Kristiani yang memeluk Islam karena beberapa hal, antara lain:
1)
Tertarik kepada kepribadian pada muballig Islam
2)
Para muballig Bugis mampu menjelaskan agama Islam
terutama yang berkaitan dengan masalah ketuhanan
3)
Terputusnya bantuan dan dukungan pemerintahan Hindia
Belanda yang selama itu diberikan VOC.
4.
Perkembangan Islam di kalimantan.
Sebelum
agama Islam masuk ke Kalimantan, masyarakat banyak yang memeluk agama Hindu,
terutama karena pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit runtuh pada
tahun 1488 M, mulai timbul pemberontakan dan perebutan kekuasaan. Raja Banjar yang beragama
Hindu minta bantuan Sultan Demak. Demak bersedia memberi bantuan dengan syarat
Raja Bandar dan penduduknya memeluk agama Islam. Syarat ini diterima oleh Raja
Banjar. Setelah memeluk Islam, Raja Banjar mengganti namanya menjadi
Suryanullah. Sultan Suryanullah dengan bantuan dari Demak dapat mengalahkan
Kerajaan Negaradipa dan agama Islam pun semakin berkembang di kawasan
Kalimantan.
Masih pada
abad ke-16 atau pada tahun 1590 M Kerajaan Sukadana resmi menjadi kerajaan
Islam, dengan Sultan pertamanya adalah Sunan Giri Kusuma. Setelah itu
digantikan oleh putranya, yaitu Sultan Muhammad Syarifuddin. Beliau banyak
berjasa dalam mengembangkan Islam kerena bantuan seorang muballig
bernama Syeikh Syamsuddin.
5.
Perkembangan Islam di Maluku dan
Irian
Sultan
Zainal Abidin yang memerintah Ternate (1486 – 1500 M) telah masuk Islam.
Demikian juga Sultan Cililiyati dari Tidore dan sultan Hasanuddin dari Jailolo.
sebelum ketiga orang sultan tersebut masuk Islam, rakyat Maluku sudah banyak
yang masuk Islam. Pada masa itu masyarakat muslim sudah terdapat di Banda,
Hitu, Haruku, Makyan dan Bacan.
Hubungan
antara maluku dan jawa erat, Sultan Zainal Abidin sendiri mendapat pelajaran
agama Islam di Giri. Sultan juga membawa muballig dari Giri bernama Tuhubahabul
agar mengajar dan mengembangkan Islam di daerah Maluku. Sejak tahun 1575,
Sultan Bahabullah di Ternate terus mengembangkan agama Islam, sehingga Islam
banyak dipeluk oleh rakyat Mindanau, Irian, Sulawesi sampai pulau Buton.
Sementara
itu, Islam tidak berkembang dengan pesat di Irian, terutama karena kuatnya
pengaruh kepercayaan masyarakat dan jauhnya jangkauan para muballig. Walaupun
demikian, Islam telah masuk disana pada abad ke-16 M. Banyaknya Sultan Zainal
Abidin. Daerah-daerah yang banyak pemeluk Islamnya antara lain Misol, Sulawati,
Waigeo, dan pulau Gebi.
6.
Perkembangan Islam di Nusa Tenggara.
Yang
berjasa menyebarkan Islam di kawasan Nusa Tenggara adalah para pedagang Bugis
dari Sulawesi Selatan dan pedagang-pedagang dari Jawa. Pengislaman di Nusa
Tenggara sangat lancar dan mencapai persentase yang tinggi, terutama di Lombok
dan Sumbawa. Bahkan di Sumbawa berhasil didirikan kerajaan Islam yang berpusat
di Bima.
Gunung
Tambora meletus pada tahun 1815 M, menelan korban yang sangat banyak. Peristiwa
ini dimanfaatkan oleh H. Ali seorang Muballig, cendekiawan dan pemimpin muslim
Sumbawa untuk menyadarkan penduduk tentang kekuasaan Allah swt. Usaha ini
berhasil dengan banyaknya masyarakat yang memeluk Islam.
C. Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan
Dalam sejarah Islam Nusantara,
para ulama penyebar Islam selain mengembangkan ilmu-ilmu keislaman juga tidak
pernah mengabaikan aspek kebudayaan wilayah setempat. Bahkan tidak jarang
mereka memadukan unsur budaya setempat dengan nilai-nilai Islam sebagaimana
yang telah dilakukan oleh Wali Songo. Tentu semangat keilmuan dan penghargaan
terhadap budaya seperti inilah yang seharusnya diteladani oleh kaum muslimin
Indonesia sekarang ini. Selain Wali Songo, berikut ini akan disebutkan beberapa
tokoh islam yang telah mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di kawasan
Nusantara.
1.
Hamzah Fansuri
Hamzah
fansuri merupakan salah seorang ulama yang mengajarkan paham tasawuf yang
banyak dipengaruhi oleh ajaran Ibnu ’Arabi, Abdul Karim Jili, Husain Manshur
al-Hallaj, al-Busthami, Jalaluddin Rumi dan lain-lain. Beliau hidup pada masa
pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah IV (1589 M – 1604 M). Sultan Iskandar Muda
(1607 M – 1636 M) dan Sultan Iskandar Tsani (1636 M – 1641 M)
Hamzah
Fansuri juga telah mengembangkan ajaran-ajaran sufinya berdasarkan pengalaman
rohaninya sendiri selain merujuk pada ajaran beberapa tokoh sufi yang disebutkan
di atas. Pengalaman ini kemudian dirumuskan dalam karya-karya sastranya yang
lebih mudah diterima oleh masyarakat. Beberapa karya sastra ulama asal Aceh ini
penuh Dengan nuansa keagamaan, seperti Syair si burung pingai. Beliau
dapat dikategorikan sebagai pelopor sastra sufi Melayu klasik di tanah Sumatra.
dipadukan dengan sastra Persia (ruba’i) yang penuh dengan nilai-nilai religi.
Disamping
itu, Hamzah Fansuri telah memolopori risalah tasawuf dan keagamaan lain dengan
menggunakan kaidah ilmiah yang disusun secara sistematis. Beliau juga
mengembangkan pengetahuan filsafat dan mistik dengan pendekatan Islam.
Kedalaman makna syair-syair melebihi karya-karya sastrawan lain, baik yang satu
angkatan denannya maupun sesudahnya.
2.
Syamsuddin Sumatrani
Beliau
merupakan salah satu terkemuka yang berpengaruh serta berperan besar dalam
sejarah pengembangan intelektualitas Islam di Aceh pada kisar abad ke-17. Pada
masa pemerintahan Sayyid Mukammil (1589 – 1604), Syamsuddin Suamtrani sudah
menjadi orang kepercayaan Sultan Aceh. Beliau merupakan murid dari Hamzah
Fansuri. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya karya tulis syamsuddin
Sumantrani yang merupakan ulasan (syarah) terhadap ajaran Hamzah Fansuri. Karya
tulis tersebut adalah Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri
Adapun
karya tulis yang lain, baik yang berbahasa Arab maupun Melayu adalah Jambarul
Haqa’iq yang terdiri dari 30 halaman dengan menggunakan bahasa Arab. Kitab ini membahas
tentang martabat tujuh dan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Kitab Mir’atul
Mu’mini karya yang terdiri dari 70 halaman dengan menggunakan bahasa
Melayu. Karya ini menjelaskan ajaran keimanan kepada Allah para rasulnya,
kitab-Nya, pra malaikat-Nya, hari akhirat, dan qada’-qadar-Nya karya ini
membicarakan butir-butir akidah yang sejalan dengan paham Ablus sunan wal
jama’ah
3.
Nuruddin ar – Raniri
Nuruddin
ar-Raniri dikenal sebagai seorang ulama dan penulis produktif. Beliau menulis
tidak kurang dari 26 buku. Karya-karya tersebut meliputi berbagai cabang ilmu
agama, mulai dari tasawuf, ilmu kalam, fikih, hadis, sejarah, perbandingan
agama dan sebagainya. Disamping itu, ar – Raniri juga merupakan salah satu
ulama yang berjasa menyebarluaskan bahasa Melayu di Kawasan Asia Tenggara.
Karya – karyanya banyak ditulis dalam bahasa Melayu, sehingga menjadikannya
sebagai bahasa Islam kedua setelah bahasa Arab. Bahkan, ketika itu cara yang
paling mudah untuk memahami ajaran agama Islam adalah dengan menguasai bahasa
Melayu. Hubungan yang harmonis antara ar-Raniri dengan Sultan Isakndar ats-Tsani
memberi peluang besar bagi pengembangan ajaran dan paham yang dibawahnya.
Peluang ini makin nyata setelah diangkat menjadi multi kerajaan Aceh.
4.
Yusuf al-Makasari
Beliau
merupakan salah satu kerabat dari kerajaan Gowa. Pada tahun 1644, dia belajar
ke Mekah. Sebelum berangkat ke Mekah, dia singgah di Banten kemudian ke Aceh
untuk belajar dengan Nuruddin ar-Raniri
Pada tahun
1667, Yusuf al-Makasari kembali ke Nusantara setelah mengembara selama 22 tahun
untuk belajar agama, baik ke Mekah maupun Yaman. Setelah kembali ke tanah air,
Yusuf al-Makasari langsung melancarkan gerakan pembaharuan yang bertujuan untuk
memurnikan Islam dari sisa-sisa paganisme dan kepercayaan-kepercayaan yang
tidak Islami. Melalui karya tulisnya, beliau menyebarkan gagasan-gagasan tentang
Islam yang murni dan lebih berorientasi pada syari’at
5.
’Abdur Ra’uf Singkel.
’Abdurra’uf
Singkel termasuk ulama yang produktif dalam menuliskan karyanya. Karya-karyanya
dijadikan referensi agama oleh kaum muslimin dibawah Asia Tenggara. Ada sekitar
12 karya yang telah beliau tulis. Karya tersebut ada yang berbahasa Melayu
maupun bahasa Arab. Sebagian besar karya tulisnya berkaitan dengan masalah
fikih dan tasawuf. semua tulisannya yang berbahasa Melayu diorientasikan pada
kondisi Melayu dan disusun pada tingkat yang sesuai dengan kondisi
murid-muridnya. Dengan demikian, mereka dapat memahami Islam secara lebih baik.
Sejauh menyangkut tulisannya tentang tasawuf, ’Abdurra’uf Singkel senantiasa
menjelaskan bahwa wajib bagi para sufi untuk menempuh jalur syari’at
Bila
diperhatikan dari seluruh kehidupan para ulama terdahulu, dapat diketahui bahwa
mereka merupakan orang – orang yang rajin menuntut ilmu, bahkan hingga ke luar
negeri. setelah mereka memperoleh ilmu pengetahuan yang cukup, mereka segera
mengajarkannya kepada orang lain yang belum mengetahuinya. Selain berdakwah
secara lisan, mereka juga memiliki keahlian dalam menyebarkan ilmu-ilmunya
melalui karya tulis. Disamping itu, ketika mereka dipercaya menduduki jabatan
penting, mereka tetap gigih menjalankan tugasnya untuk berdakwah. Semangat
inilah yang seharusnya diwarisi oleh generasi muslim dewasa ini.
6.
Syech Arsyad Al-Banjari, Syech Nawawi Al-Bantani,
----- - oooo000oooo------
Tugas :
1. Tugas Individu
-
Bercerita di depan kelas kisah para Pendakwah Islam di tanah air Indonesia.
2.
Tugas Kelompok
- Biografi Ulama Indonesia yang
karyanya mendunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar