Refleksi Bulan Muharrom
A.
Pendahuluan
Hari-hari ini kita telah memasuki
bulan Muharram tahun 1434 Hijriah. Seakan tidak terasa, waktu berjalan dengan
cepat, hari berganti hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu silih berganti
seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita, barangkali tahun baru
ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak menggunakan kalender
Hijriah, tetapi Masehi. Dan yang akrab dalam keseharian kita adalah hitungan
kalender Masehi. Tanggal lahir, pernikahan, masuk dan libur kantor dan
sebagainya. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak
menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini.
Pada awal Muharram, yang sering
dikenal dengan istilah 1 Suro, di tanah air sering diadakan acara ritual dan
adat yang beraneka macam bahkan tidak jarang mengarah pada kesyirikan, seperti
meminta berkah pada benda-benda yang dianggap keramat dan sakti, membuang
sesajian ke laut agar Sang Dewi penjaga laut tidak marah dan lain sebagainya.
Hal-hal semacam ini harus dihindari oleh setiap muslim di manapun mereka
berada. telah mengajarkan pada kita agar Rasulullah memiliki jati diri sebagai seorang Muslim
dalam kehidupan. Jangan sampai seorang muslim mudah terbawa oleh budaya atau
ritual agama lain dalam menjalankan ibadah pada Allah. Ajaran yang dibawa
Rasulullah telah jelas dan sempurna tidak layak bagi kita untuk menambah atau
menguranginya.
Karena sebaik-baik pedoman adalah
kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau, yang tidak ada
keselamatan kecuali dengan berpegang kepada keduanya dengan mengikuti pemahaman
para sahabat, tabi'in dan penerus mereka yang setia berpegang kepada sunnahnya
dan meniti jalannya, adapun hal-hal baru dalam masalah agama adalah sesat
sedangkan kesesatan itu akan menghantarkan ke neraka
B.
Keutamaan dan Peristiwa di Bulan Muharram
1. Bulan Haram
Muharram, yang merupakan bulan
pertama dalam Kalender Hijriyah, termasuk diantara bulan-bulan yang dimuliakan
(al Asy- hurul Hurum). Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya
terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri"
(Q.S. at Taubah :36).
Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di
waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan
diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzul
Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan
Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada keempat bulan ini Allah
melarang kaum muslimin untuk berperang. Dalam penafsiran lain adalah larangan
untuk berbuat maksiat dan dosa. Namun bukan berarti berbuat maksiat dan dosa
boleh dilakukan pada bulan-bulan yang lain.
2. Bulan Allah
Bulan Muharram merupakan suatu
bulan yang disebut sebagai “syahrullah” (Bulan Allah) sebagaimana yang
disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah hadis. Hal ini bermakna bulan ini
memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz
Allah). Para Ulama menyatakan bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul
Jalalah memiliki makna tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah baitullah,
Rasulullah, Syaifullah dan sebagainya.
Rasulullah bersabda : “Puasa
yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram.
Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”.
(H.R. Muslim)
3. Sunnah Berpuasa
Di bulan Muharram ini terdapat
sebuah hari yang dikenal dengan istilah Yaumul 'Asyuro, yaitu pada tanggal
sepuluh bulan ini. Asyuro berasal dari kata Asyarah yang berarti sepuluh.
Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda :
“ Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus
dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abbas ra berkata :
Ketika Rasulullah saw. tiba di
Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari‚ Asyura, maka
Beliau bertanya : "Hari apa ini?. Mereka menjawab :“ini adalah hari
istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya,
Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah pun bersabda :
"Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian“
Maka beliau berpuasa dan
memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas ra
berkata :
Ketika Rasulullah saw. berpuasa
pada hari asyura dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka (para
shahabat) berkata : "Ya Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi
dan Nasrani". Maka Rasulullah pun bersabda :"Jika tahun depan kita
bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal
sembilan).“ (H.R. Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu
Khuzaimah dalam shahihnya meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas ra,
Rasulullah saw. bersabda : "Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah
dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari
sesudahnya.“
4. Bagaimana Berpuasa di bulan Asyura ?
Ibnu Qoyyim dalam kitab Zaadul
Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan :
a.
Urutan pertama, dan ini yang paling
sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari
sebelum dan sesudahnya (9,10,11)
b.
Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan
10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits
c.
Urutan ketiga, puasa tanggal 10
saja.
Puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan
11) dikuatkan para para ulama dengan dua alasan sebagai berikut :
1) Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya
tidak tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang
mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10)
2) Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).
Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan
jelas dalam hadis pada akhir hidup
beliau sudah merencanakan yang shahih, dimana
Rasulullah untuk puasa pada tanggal 9.
hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya. Beliau juga memerintahkan
para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan
ibadah orang-orang Yahudi.
Sedangkan puasa pada tanggal
sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya, meskipun pendapat ini tidak
dikuatkan sebagian ulama yang lain.
Secara umum, hadits-hadis yang
terkait dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah saw untuk
melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya tidak wajib tetapi sunnah muakkadah, dan
tetunya kita berusaha untuk menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan
oleh kaum muslimin.
C.
Diantara Peristiwa di Bulan Muharram
Pada tanggal 10 Muharram 61H,
terjadilah peristiwa yang memilukan dalam
di sebuah tempatr cucu Rasulullah tsejarah Islam, yaitu terbunuhnya
Husein yang bernama Karbala. Peristiwa
ini kemudian dikenal dengan “Peristiwa Karbala”. Pembunuhan tersebut dilakukan
oleh pendukung Khalifah yang sedang berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin
Mu’awiyah, meskipun sebenarnya Khalifah sendiri saat itu tidak menghendaki
pembunuhan tersebut.
Peristiwa tersebut memang sangat
tragis dan memilukan bagi siapa saja yang mengenang atau membaca kisahnya, ,
dan kita tentu mencintai dan apalagi terhadap
orang yang dicintai Rasulullah
memuliakannya. Namun musibah apapun yang terjadi dan betapapun kita
sangat , hal itu jangan sampai membawa kita larut dalam mencintai keluarga Rasulullah kesedihan dan melakukan kegiatan-kegiatan
sebagai bentuk duka dengan yang memukul-mukul diri, menangis apalagi sampai mencela
shahabat Rasulullah tidak termasuk Ahli
Bait (keluarga dan keturunan beliau). Yang mana hal ini biasa dilakukan suatu
kelompok syi'ah yang mengaku memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap
Ahli Bait (Keluarga Rasulullah), padahal kenyataanya tidak demikian.
D.
Refleksi Bulam Muharrom
1. Syukur atas Usia yang diberikan Allah
Umur adalah nikmat yang diberikan Allah
pada kita, dan jarang kita syukuri. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik
teman, sahabat , keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu
masih hidup bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, mengajar, menasehati atau
melakukan aktifitas hidup sehari-hari, namun tahun ini dia telah tiada. Dia
telah wafat, menghadap Allah Suhanahu wa ta’ala dengan membawa amal shalehnya
dan mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih diberi
Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat,
menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.
Umur yang kita hitung pada diri
kita seringkali kita tetapkan berdasarkan hitungan kalender Masehi. Dan
hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih sedikit bila dibandingkan
dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah. Sementara, lepas dari
masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu, terkadang kita
menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat pada usia 63
tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu. Padahal bisa jadi hitungan umur
kita telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu sangat tidak layak
apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan rizki dan kesempatan
untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan mengabaikan
perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.
2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.
2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.
Ini adalah hal yang penting
dilakukan setiap muslim. Karena sebuah kepastian bahwa waktu yang telah berlalu
tidak mungkin akan kembali lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan
datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa
yang sudah dilakukan sebagai bentuk amal shaleh? Sudahkah tilawah al-Qur’an,
sedekah dan dzikir kita menghapuskan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan?
Malam-malam yang kita lewati, lebih sering kita gunakan untuk sujud kepada
Allah, meneteskan air mata keinsyafan ataukah lebih banyak untuk begadang
menikmati tayangan-tayangan sinetron, film dan sebagainya dari televisi?
Langkah-langkah kaki kita, kemana kita gunakan? Dan sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya menemani hati dan pikiran seorang
muslim yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, lebih-lebih dalam suasana
pergantian tahun seperti sekarang ini. Pergantian tahun bukan sekedar
pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah
kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok.
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18).
Ayat ini memperingatkan kita untuk
mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan pada masa lalu agar meningkat di
masa datang yang pada akhirnya menjadi bekal kita pada hari kiamat kelak.
Rasulullah saw bersabda : "Orang
yang cerdas adalah orang yang menghitung-hitung amal baik (dan selalu merasa
kurang) dan beramal shaleh sebagai persiapan menghadapi kematian".
Dalam sebuah atsar yang cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra
beliau berkata : "Hitunglah amal kalian, sebelum dihitung oleh Allah"
3. Mengenang Hijrah Rasulullah saw
3. Mengenang Hijrah Rasulullah saw
Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu
Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah
adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul
Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang.
Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah
adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala
mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal
sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan
yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini
telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai’atul
Aqabah, dimana terjadi bai’at 75 orang Madinah yang siap membela dan
melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah. Dengan adanya
bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat
terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Qurais
senantiasa mengintai beliau.
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. Rasulullah SAW, akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa,masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. Rasulullah SAW, akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa,masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?
4. Kalender Hijriyah adalah Kalender Ibadah kita
Barangkali kita tidak memperhatikan
bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali berkait erat dengan penanggalan
Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari
Jum’at, melainkan hari Minggu. Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender
Masehi. Dan sekedar mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang
Nasrani. Sementara Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum’at adalah sayyidul
ayyam (hari yang utama diantara hari yang lain). Demikian pula penetapan hari
raya kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender
Hijriyah. Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya
pun berpijak pada kalender hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa
ayyamul Bidh ( tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada
Penanggalan Hijriah. Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah
perhatiannya pada Kalender Islam ini.
Semoga kita selalu diberi taufiq dan dibimbing
oleh Allah swt. Kejalan-Nya yang lurus serta mendapatkan keridhaan dan
ampunany-Nya, amin ya rabbal 'alamin.
Kalibaru, 1 Muharrom 1434
Tidak ada komentar:
Posting Komentar