Konsep Tri Ukhuwah K.H. Achmad Shiddiq, dan Penafsirannya
A.
Tri
Ukhuwah K.H. Achmad Shiddiq
Konsep trilogi ukhuwah adalah menyatukan antara ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan
kebangsaan) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).
K.H Achmad Shiddiq ingin menyatukan antara Ukhuwah Islamiyah,
nasionalisme dan pluralisme.Dasar pemikirannya tidak lain adalah rangka menjaga
hubungan baik antara masyarakat, agama dan negara.
1.
Ukhuwah
Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah, dalam hal kehidupan manusia merupakan modal
untuk melakukan pergaulan sosial sesama umat Islam. Dengan modal ini, maka
perbedaan-perbedaan yang tidak prinsip antar umat Islam tidak perlu menjadi
perpecahan. Prinsip ukhuwah ini menjadikan hubungan antar sesama umat Islam
menjadi harmonis. Prinsip ukhuwah juga mampu menjadi sebuah kekuatan besar
untuk bersama-sama membumikan nilai-nilai Islam. Ukhuwah Islamiyah menjadi
sebuah ikatan, tidak saja secara emosional, namun juga secara sprititual.
2.
Ukhuwah
Wathaniyah
Kemudian, ukhuwah wathaniyah, dalam kaitannya dengan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan modal dasar untuk melakukan
pergaulan sosial dan dialog dengan pelbagai komponen bangsa Indonesia yang
tentu saja tidak terbatas pada satu agama semata. Namun lebih dari itu, ukhuwah
wathaniyah adalah sebuah komitmen persaudaraan antar seluruh masyarakat yang
terdiri dari bermacam-macam agama, suku, bahasa dan budaya. Bangunan ukhuwah
wathaniyah tidak boleh tidak harus menjadi sebuah prinsip bersama dalam
membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan saling menghargai
satu sama lain.
3.
Basyariyah
Sementara, ukhuwah basyariyah atau ukhuwah insaniyah adalah sebuah
prinsip sesama manusia adalah bersaudara. Hal tersebut karena berasal dari ayah
dan ibu yang satu, yakni Adam dan Hawa. Hubungan persaudaraan ini merupakan
kunci dari semua persaudaraan, terlepas dari status agama, suku bangsa atau pun
skat geografis, karena nilai utama dari persaudaraan ini adalah kemanusiaan.
Hal ini mengingatkan kembali pada Sahabat Ali bin Abi Thalib yang mengatakan
bahwa “dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudara dalam kemanusiaan.”
Artinya, bahwa kemanusiaan adalah nilai tertinggi dalam posisinya sebagai
manusia.
B.
Tafsir
KH Muchith Muzadi atas Trilogi Ukhuwah KH Ahmad Shiddiq
Ketika pertama kali al-Maghfurlah KH Achmad Shiddiq mencanangkan
hal ini, banyak kritik bernada sinis. Bahkan dengan gagasan beliau ini
seakan-akan mereka menganggap bahwa beliau terlalu mengada-ngada, melakukan
penambahan yang tidak perlu, bahkan ada juga yang menuduh beliau
berlebih-lebihan “mendekati” kaum nonmuslim. Kalangan ini cenderung menyatakan
bahwa gagasan tersebut “mengurangi” kadar-kadar ukhuwah islamiyyah atau
persaudaraan sesama muslim.”
Lalu apakah gagasan trilogi ukhuwah itu memang mengurangi kadar
persaudaraan sesama muslim atau bahkan bertentangan dengan Islam itu sendiri?
Dalam hal ini, KH. Abdul Muchit Muzadi menyatakan kalau tri ukhuwah
itu dipahami bahwa semuanya bersumber dari ajaran Islam, maka ketiganya akan
dapat dipahami secara baik. Menurut Kiai Muchit, pada hakikatnya tiga ukhuwwah
itu:
Islamiyyah, Insaniyyah atau Basyariyyah dan Wathaniyyah, bersumber
pada ukhuwwah yang pertama, yaitu ukhuwwah Islamiyyah, dalam arti persaudaraan,
kerukunan berdasarkan ajaran Islam. Islam telah mengajarkan kerukunan atau
hubungan yang baik antar sesama manusia yang kemudian dikenal dengan istilah
hablum minan nas. Islam juga telah mengatur hubungan yang baik antarmanusia
yang terikat hubungan famili, persaudaraan, pertemanan, sama-sama hidup dalam
sekampung, sedaerah, sewilayah negara, dan sesama manusia. Nah, dari sekian
hubungan itu, persaudaraan antara sesama pemeluk Islam disebut ukhuwwah
Islamiyyah; persaudaraan antarsesama anak bangsa disebut ukhuwwah wathaniyyah;
dan persaudaraan antarsesama manusia disebut ukhuwwah insaniyah. Kiai Muchith
menegaskan bahwa ketiganya bersumber dari ajaran Islam yang juga dapat disebut
‘ukhuwwah Islamiyyah’ dalam skala besar. Jadi kata “ukhuwwah Islamiyyah” dapat
berarti ukhuwwah yang diajarkan Islam, dan dapat pula berarti ukhuwwah di
antara pemeluk umat Islam
Islam telah mengajarkan kerukunan atau hubungan yang baik
antarsesama manusia yang kemudian dikenal dengan istilah hablum minan nas.
Islam juga telah mengatur hubungan yang baik antarmanusia yang terikat hubungan
famili, persaudaraan, pertemanan, sama-sama hidup dalam sekampung, sedaerah,
sewilayah negara, dan sesama manusia. Nah, dari sekian hubungan itu,
persaudaraan antara sesama pemeluk Islam disebut ukhuwwah Islamiyyah;
persaudaraan antarsesama anak bangsa disebut ukhuwwah wathaniyyah; dan
persaudaraan antarsesama manusia disebut ukhuwwah insaniyah.
Kiai Muchith menegaskan bahwa ketiganya bersumber dari ajaran Islam
yang juga dapat disebut ‘ukhuwwah Islamiyyah’ dalam skala besar. Jadi kata “ukhuwwah
Islamiyyah” dapat berarti ukhuwwah yang diajarkan Islam, dan dapat pula berarti
ukhuwwah di antara pemeluk umat Islam. (Muchit, NU dalam Perspektif Sejarah dan
Ajaran, 170).
Kiai Muchith mengajukan dua ayat, Surat Al-Hujurat ayat 13 dan
Surat Al-Isra’ ayat 70 berikut ini
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : “Hai
manusia, sungguh Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
ialah orang yang paling takwa di antara kalian. Sungguh Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.” (Surat Al-Hujurat ayat 13).
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ
خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya : “Sungguh
telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di
lautan, Kami beri mereka rejeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.” (Surat Al-Isra’ ayat 70).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar